BAB I
PENDAHULUAN
Kepustakawanan atau dalam istilah asing dikenal dengan librarianships, merupakan hal-hal yang berkaitan dengan pustakawan, seperti profesi kepustakawanan dan penerapan ilmu. Sedangkan yang dimaksud dengan pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Misalnya dalam hal pengadaan koleksi, pengolahan, pendayagunaan, dan penyebaran informasi kepada pemakai. Kemudian perpustakaan sendiri merupakan sebuah bangunan fisik tempat buku dikumpulkan dan disusun, menurut sistematis tertentu untuk kepentingan pemakai. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepustakawanan, pustakawan dan perpustakaan harus sesuai dengan paradigma yang ada. Pendidikan dan pelatihan kepustakawanan dalam hal ini sangat penting dan dibutuhkan, yakni untuk membentuk sumberdaya pustakawan yang sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi yang ada. Karena seorang pustakawan bukan hanya dianggap sebagai seseorang yang bekerja di perpustakaan saja, namun seorang pustakawan harus mempunyai kecakapan dan ketrampilan baik melalui pendidikan dan pelatihan formal, non-formal, maupun informal.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai pentingnya pendidikan dan pelatihan kepustakawanan yang meliputi : seluk beluk mengenai pustakawan dan kepustakawana, pendidikan dan pelatihan yang harus di tempuh ( formal, non-formal, dan Informal), serta kompetensi apa saja yang harus dimiliki sebagai seorang pustakawan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pustakawan dan Kepustakawanan
Pustakawan adalah para profesional yang bergerak dalam bidang penyediaan dan pengelolaan informasi. Dikatakan sebagai profesional apabila, pada dasarnya menguasai pengetahuan teknis yang terspesialisasi, yang hanya bisa diperoleh melalui pendidikan, latihan dan ujian standarisasi khusus, sehingga kompeten dalam menjalankan pekerjaannya. Sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, bahwa Pustakawan adalah: ”Seorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan”, (UU No. 43/2007). Sedangkan Kepustakawanan merupakan Ilmu dan profesi di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Dimana, Pekerjaan Kepustakawanan itu Kegiatan utamnya dalam lingkungan unit perpustakaan, dokumentasi, dan informasi yang meliputi kegiatan pengadaan, pengolahan dan pengelolaan bahan pustaka/sumber informasi, pendayagunaan dan pemasyarakatan informasi baik yang tercetak, terekam maupun multi media, kegiatan pengkajian serta kegiatan lain untuk pengembangan perpustakaan, dokumentasi, dan informasi termasuk pengembangan profesi
Poerwadarminta dalam Aziz (2006:44) juga menambahkan bahwa, “Pustakawan adalah ahli perpustakaan. Dengan pengertian tersebut berarti pustakawan sebagai tenaga yang berkompeten dibidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi”. Selanjutnya Aziz (2006:44) menambahkan bahwa, “Pustakawan merupakan tenaga profesi dalam bidang informasi, khususnya informasi publik, informasi yang disediakan merupakan informasi publik melalui lembaga kepustakawanan yang meliputi berbagai jenis perpustakaan”. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pustakawan merupakan tenaga profesi dalam bidang informasi, yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang.
B. Pendidikan dan pelatihan
Pustakawan merupakan tenaga profesi dalam bidang informasi, yang membutuhkan keahlian dibidangnya. Untuk dapat menjadi tenaga profesi yang memiliki keahlian dibutuhkan pendidikan dan pelatihan baik formal, informal maupun non formal. Yang mana salah tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu anggota, disamping pengembangan ilmu perpustakaan itu sendiri. Model-model pendidikan dan pelatihan tersebut diantaranya:
a. Pendidikan dan Pelatihan formal
Pendidikan formal pustakawan dapat dilakukan pada tingkat diploma, sarjana atau pasca sarjana. Pendidikan formal ini merupakan sarana, tempat, dimana pustakawan atau calon pustakawan mempersiapkan diri menjadi profesional. Pendidikan ini di ikuti baik bagi mereka yang akan terjun dalam dunia prosesi, ataupun bagi mereka yang telah menjadi anggota profesi. Kepada anggota profesi hendaknya diberi peluang untuk mengikuti pendidikan.
Kegiatan pendidikan formal dilakukan oleh lembaga pendidikan formal, seperti perguruan tinggi yaitu universitas, akademi, institut, sekolah tinggi dan sebagainya. Sedangkan pendidikan non formal yang banyak dilakukan oleh asosiasi, disamping pendidikan formal.
Pendidikan pustakawan melalui pendidikan formal dapat dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan tinggi, seperti universitas, institut, atau sejenis yang menyelenggarakan program diploma, sarjana, magister atau doktor di bidang perppustakaan, dokumentasi dan informasi. Pendidikan formal tersebut dapat dilakukan di dalam maupun di luar negeri.
Sejalan dengan perjalanan sejarah perkembangan perpustakaan di Indonesia, pendidikan formal ilmu perpustakaan di Indonesia di mulai sejak 20 Oktober 1952. Secara formal pendidikan perpustakaan bagian dari pendidikan tinggi ketika menjadi bagian dari Universitas Indonesia yaitu Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Indonesia ( FKIP UI). Sampai dengan tahun 1969 jurusan Ilmu Perpustakaan hanya menghjasilkan keluaran 3A. Kemudian tahun 1937 secara formal melahirkan Sarjana ( S1) ilmu perpustakaan. Dan Saat ini berdasarkan data dari berbagai sumber terdapat 20 lembaga yang menyelenggarakan pendidikan Ilmu perpustakaan.
b. Pendidikan dan pelatihan nonformal
Untuk meningkatkan mutu profesional, disamping pendidikan formal, terdapat pula pendidikan non-formal. Pembinaan melalui pendidikan informal bertujuan untuk meningkatkan kualitas pustakawan secara bersama-sama, dan dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat), penataran (up grading), simposium, seminar, lokakarya, kursus, magang ( on the job training), studi banding, dan sebagainya. Untuk mengantisipasi perkembangan iptek, terutama yang bersifat ketrampilan, setiap anggota profesi dapat dibina melalui pendidikan nonformal.hal ini dilakuakan mengingat pustakawan dituntut memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang sertara dengan penggunanya.
Jika pendidikan formal tidak memungkinkan, maka pendidikan non-formal adalah wadah yang tepat untuk melakukan pembinaan. Merupakan bagian dari kegiatan pembinaan Perpustakaan Nasional RI mengadakan diklat penyetaraan yaitu melakukan pendidikan khusus untuk memasuki jabatan fungsional bagi mereka yang bekerja di perpustakaan dan pusat informasi. Diklat penyetaraan ini di peruntukan bagi mereka yang berpendidikan terendah D3 ( sarjana muda non-perpustakaan), lamanya sekitar 480 jam Pelatihan. Sedangkan bagi yang memiliki ijasah S1 (sarjana) untuk memasuki jabatan fungsional pustakawanan harus mengikuti pendidikan penyetaraan sekitar 720 jam pelatihan.
c. Pendidikan dan pelatihan Informal.
Untuk mengembangkan diri, belajar dengan sesama, menimba pengalaman orang lain serta menjalin hubungan dengan rekan sejawat dapat dilakukan melalui pendidikan informal baik secara individual maupun organisasi dalam suatu organisasi profesi. Pembinaan yang bersifat individual antara lain dengan belajar sendiri, terutama dengan membaca, di samping belajar dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Pustakawan dapat belajar dari berbagai sumber, termasuk yang diterbitkan oleh organisasi profesi. Setiap individu dapat mengembangkan dirinya, mengadakan hubungan informal dengan teman sejawat. Dalam jaringan ilmuwan dikenal dengan istilah “invisible college”, yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan sesama ilmuwan melalui jalur-jalur informal. Mengikuti pertemuan ilmiah, bercengkerama dengan sejawat ketika mengikuti seminar.
Organisasi profesi merupakan media untuk berlangsungnya pembinaan diri pustakawansecara terus menerus. Dalam rangka menumpuk dan meningkatkan mutu profesionalisme, para pustakawan hendaknya diberi kesempatan penuh untuk menikmati publikasi profesional, dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, sehingga mereka dengan mudah dapat berkomunikasi. Hubungan yang terjalin antar teman sejawat merupakan modal dasar dalam melaksanakan pembinaan melalui pendidikan informal, yang sangat berguna dalam mengembangkan duri mereka. Makin intensif pendidikan informaldilakukan oleh para anggota profesi, maka akan semakin cepat pula peningkatan kualitas anggota profesi.
C. Kompetensi Pustakawan
Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur paling penting dalam menghadapi persaingan kerja di era globalisasi. Sumber daya manusia yang tidak berkualitas akan tersingkir dan digantikan oleh sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Salah satu masalah dalam pengertian kompetensi adalah kata itu sendiri. Masalahnya adalah bahwa pada kenyataannya dalam bahasa biasa kompetensi memiliki implikasi yang tidak terlalu umum. Kata tersebut selalu dikaitkan dengan arti “harus berkualitas”, sehingga jika ada orang yang tidak berkualitas, maka dianggap orang tersebut tidak kompeten (tidak mampu, tidak cakap). Sebaliknya jika ada orang yang berkualitas, dianggap memiliki kompetensi yang tinggi. Subyek kompetensi mengakibatkan munculnya banyak definisi alternatif mengenai kompetensi dan sejumlah pandangan yang berbeda mengenai konsep serta pengaplikasiannya. kompetensi adalah kemampuan melaksanakan suatu pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan dan kinerja yang unggul untuk mencapai hasil yang diharapkan. Penjelasan di atas serupa dengan pernyataan Mirabile dalam Dewiyana (2006:24) mendefinisikan kompetensi sebagai, “Suatu pengetahuan, keterampilan, kemampuan, atau hal-hal yang berhubungan dengan kinerja yang tinggi dalam pekerjaan, seperti penyelesaian masalah, pemikiran analitik, atau kepemimpinan”.
Begitu pula dengan kompetensi pustakawan, Kompetensi pustakawan dapat digunakan sebagai syarat untuk dianggap mampu dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu. Kompetensi pustakawan dapat diwujudkan melalui seperangkat tindakan cerdas,yang dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab oleh individu sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Menurut undang-undang R.I No.43 Tahun 2007 tentang perpustakaan pasal 1 ayat 8 dinyatakan bahwa pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Sedangkan Ikatan Pustakawan Indonesia menyatakan pustakawan adalah orang yang memberikan dan melaksanakan kegiatan perpustakaan dalam usaha pemberian, pelayanan jasa kepada masyarakat sesuai dengan misi yang diemban oleh badan induknya berdasarkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang diperolehnya melalui pendidikannya.
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa pendidikan adalah modal utama pustakawan dalam melaksanakan tugasnya, walaupun seseorang sudah lama bekerja di perpustakaan tetapi tidak mempunyai pendidikan pustakawan maka dia tidak dapat disebut sebagai seorang pustakawan.
Dalam hal ini pustakawan melaksanakan tugas pustakawannya berdasarkan pengetahuan ilmu perpustakaan dan informasi yang dimilikinya hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Hermawan dan Zen dalam Silalahi (2009:11) bahwa:
Pustakawan adalah seorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu pengetahuan, dokumentasi dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan.
Menurut Sulistyo-Basuki (2006:3) kompetensi dapat didefinisikan sebagai berikut:
“Pengetahuan dan keterampilan yang dituntut untuk dimiliki oleh seorang pekerja dalam melaksanakan tugasnya yang sesuai dengan nilai-nilai yang diterapkan oleh satu organisasi dan juga merupakan kemampuan dasar, yang memungkinkan seorang pekerja memiliki cara berpikir, bertingkah laku, dan membuat generalisasi dalam situasi apapun, dan juga dapat menemukan jalan dalam menyelesaikan kesulitan yang berpotensi untuk berlangsung dalam waktu relatif lama”.
Dari beberapa di atas dapat diketahui bahwa kompetensi adalah suatu kombinasi keterampilan, pengetahuan, dan perilaku yang diperlukan untuk kesuksesan organisasi, penampilan pribadi dan pengembangan karier untuk pustakawan yang berkompeten dibidangnya.
Dalam melaksanakan tugasnya pustakawan harus memiliki kemampuan yang baik, sehingga pekerjaan yang dikerjakan dapat mencapai hasil yang maksimal. Menurut Nanan Khasanah dalam Syahrir (2009:5), ciri-ciri kompetensi ada dua jenis yaitu :
1. Kompetensi profesional yaitu yang terkait dengan pengetahuan pustakawan di bidang sumber-sumber informasi, manajemen dan penelitian, dan kemampuan menggunakan pengetahuan tersebut sebagai dasar untuk menyediakan layanan perpustakaan dan informasi.
2. Kompetensi individu, yang menggambarkan satu kesatuan keterampilan, perilaku dan nilai yang dimiliki pustakawan agar dapat bekerja secara efektif, menjadi komunikator yang baik, selalu meningkatkan pengetahuan, dapat memperlihatkan nilai lebihnya, serta dapat bertahan terhadap perubahan dan perkembangan dalam dunia kerjanya.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa kompetensi profesional merupakan hal penting yang harus dimiliki pustakawan dalam membangun suatu perpustakaan digital, keterampilannya dalam bidang teknologi informasi harus bisa bersaing dengan kompetensi yang lain melalui komitmen belajar dan perkembangan pendidikan berkelanjutan. Sedangkan kompetensi individu yaitu seorang pustakawan harus mempunyai sifat positif, fleksibel dalam menerima setiap perubahan dan mampu menjadi partner yang baik dalam setiap proses aktivitas.
Menurut Widijanto (2008:23), standar minimal kompetensi yang mutlak diperlukan oleh pustakawan pada zaman globalisasi ini terdiri atas 5 (lima) unsur kompetensi yaitu :
1. Kompetensi intelektual antara lain berupa kemampuan berpikir dan bernalar, kemampuan kreatif (meneliti dan menemukan), kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan mengambil keputusan strategis yang mendukung kehidupan global.
2. Kompetensi (intra) personal antara lain berupa kemandirian, ketahanbantingan, keindependenan, kejujuran, keberanian, keadilan, keterbukaan, mengelola diri sendiri, dan menempatkan diri sendiri secara bermakna serta orientasi pada keunggulan yang sesuai dengan kehidupan global.
3. Kompetensi komunikatif antara lain berupa kemahirwacanaan, kemampuan menguasai sarana komunikasi mutakhir, kemampuan menguasai suatu bahasa, kemampuan bekerja sama, dan kemampuan membangun hubungan-hubungan dengan pihak lain yang mendukung kehidupan global dalam suatu sistem dunia.
4. Kompetensi sosial budaya antara lain berupa kemampuan hidup bersama orang lain, kemampuan memahami dan menyelami keberadaan orang/pihak lain, kemampuan memahami dan menghormati kebiasaan orang lain, kemampuan berhubungan atau berinteraksi dengan pihak lain dan kemampuan bekerjasama secara multikultural.
5. Kompetensi kinestetis-vokasional antara lain berupa kecakapan mengoperasikan sarana-sarana komunikasi mutakhir, kecakapan melalukan pekerjaan mutakhir, dan kecakapan menggunakan alat-alat mutakhir yang mendukung perpustakaan untuk berkiprah dalam kehidupan global.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa perpustakaan akan dapat memberikan pelayanan yang profesional untuk masyarakat baik yang bersifat reference service (pelayanan rujukan), information service (penyedia informasi) dan reader advisory work (pemberian bimbingan kepada pembaca.
BAB III
PENUTUP
Dari berbagai uraian dan penjelasan diatas dapat disimpulkan:
1. Antara pustakawan dan kepustakawanan itu terkait erat, pustakawan menunjuk pada orangnya, yaitu orang yang memiliki keahlian dibidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi. Sedangkan kepustakawanan merupakan ilmu dan profesi dibidang perpustakaan.
2. Untuk bisa memiliki keahlian dan menjadi tenaga yang profesi pustakawan harus menempuh pendidikan dan pelatihan tertentu. Diantaranya melalui pendidikan dan pelatihan formal, pendidikan dan pelatihan non-formal, serta pedidikan dan pelatihan informal. Semuanya dilakukan demi meningkatkan mutu pustakawan dan pengembangan ilmu perpustakaan itu sendiri.
3. Ada 2 kompetensi dasar yang harus dimiliki pustakawan, yaitu kompetensi profesional dan kompetensi individu. kompetensi prosesional merupakan yang terkait dengan pengetahuan pustakawan di bidang sumber-sumber informasi, manajemen dan penelitian, dan kemampuan menggunakan pengetahuan tersebut sebagai dasar untuk menyediakan layanan perpustakaan dan informasi. Sedangkan kompetensi individu yang menggambarkan satu kesatuan keterampilan, perilaku dan nilai yang dimiliki pustakawan agar dapat bekerja secara efektif, menjadi komunikator yang baik, selalu meningkatkan pengetahuan, dapat memperlihatkan nilai lebihnya, serta dapat bertahan terhadap perubahan dan perkembangan dalam dunia kerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan, Rachman dan Zulfikar Zen. 2006. Etika Kepustakawanan: Suatu
Pendekatan Terhadap Kode Etik Pustakawan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.
Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia.
Lasa, H.S. 2005. Manajemen Perpustakaan.Yogyakarta: Gama Media.
Wiji Suwarno.2010. Ilmu Perpustakaan & Kode Etik Pustakawan. Yogyakarta :
Ar-Ruzz Media.
Sudarsono, Blasius. 2008. Pendidikan Profesional Pustakawan dan Kebutuhan
Perpustakaan Kita. Semarang: UNIKA.
Zubair, Achmad Charris. Kuliah Etika. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Forum Pustakawan UGM WebLOG. “Program Pendidikan dan Pelatihan Perpusnas 2009.” http://pustakawanugm.wordpress.com/2009/04/28/program-pendidikan-dan-pelatihan
perpusnas-2009/, diakses pada hari sabtu, 1 Oktober 2011, pukul 09.30 WIBLasa Hs. “ Pendidikan dan Profesi Kepustakawanan”. http://kober.tripod.com/artikellasa-7.html,
diakses pada hari sabtu, 1 Oktober 2011, pukul 10.00 WIB.
Jurnal Fihris. Hubungan Timbal Balik Antara Institusi, Pembelajaran Sepanjang Hayat
dengan Pengembangan Karir. Volum 2, no.2, Juli-Desember 2007.
NB: Makalah di atas, adalah salah satu tugas kuliah yang kami susun. tidak untuk disalahgunakan oleh pihak manapun. Hanya sebagai pembelajaran untuk pembaca. Dilarang COPY PASTE untuk disalahgunakan dalam kepentingan lain.
penulis : by. Sudiarti Wulandari, Haris Widodo, Nuzulia Rafik, Zeni Istiqomah, Herjuna Yudirastama
0 komentar:
Posting Komentar